Banyak perubahan yang terjadi sejak puncak epidemi HIV / Aids di tahun 80an. Sekarang, banyak sekali obat yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati HIV, seperti PrEP, strategi pencegahan HIV yang bila diminum dengan benar, hampir 99% efektif dalam mencegah HIV.
Namun terlepas dari manfaatnya yang sudah terbukti, obat PrEP justru masih kurang dimanfaatkan oleh orang-orang yang paling rentan – yaitu, pria gay dan biseksual, wanita transgender, dan pengguna narkoba dengan jarum suntik.
Hanya 4% pria gay dan biseksual di Amerika Serikat yang menggunakan rangkaian obat PrEP, menurut sebuah studi tahun 2018. Belum ada angka komprehensif yang menunjukkan penggunaan PrEP di Asia – meskipun begitu, China baru saja menyetujui Truvada untuk penggunaan PrEP yang menandakan kemenangan yang menakjubkan bagi para aktivis LGBT di negara tersebut.
Karena Truvada telah beredar di pasaran selama waktu yang cukup lama, keamanan dan efektivitasnya telah teruji dengan baik. Descovy, obat pencegah HIV lainnya, lebih baru di pasaran dan mungkin tidak cocok untuk semua orang. Obat ini hanya pernah diuji pada pria gay dan biseks cisgender dan wanita transgender; orang-orang lain yang termasuk dalam kelompok berisiko mungkin sebaiknya tetap menggunakan Truvada atau versi generiknya.
Jadi, jika PrEP sangat efektif, mengapa tidak lebih banyak orang yang menggunakannya?
Salah satu faktornya adalah biaya. Harga jual untuk pemakaian Truvada selama sebulan hampir mencapai US $ 2000 atau sekitar 28 juta rupiah. Obat generik sering kali lebih murah daripada obat yang bermerek, tetapi versi generik Truvada harganya sekitar US $ 1455 atau 20 jutaan rupiah – hanya sekitar 25% lebih murah daripada obat yang bermerek. Penurunan harga yang lebih substansial diperkirakan akan terjadi pada tahun 2021 karena lebih banyak perusahaan obat yang memasuki pasar obat generik.
Meskipun demikian, biaya PrEP berbeda-beda di setiap negara. Di Asia, banyak orang cenderung melakukan perjalanan ke Bangkok untuk mendapatkan persediaan mereka, di mana biayanya hanya $ 20 atau sekitar 2,5 juta rupiah untuk persediaan selama 30 hari. Lihat cerita kami tentang PrEP di Bangkokdi sini.
Apa kendala lain selain harga PrEP yang mahal?
Ada juga hambatan budaya dan perilaku – rasa malu, misalnya. Di Asia dan di seluruh dunia, masih banyak stigma tentang HIV dan PrEP. Seringkali, orang merasa tidak nyaman untuk membicarakannya, baik kepada teman, keluarga, atau bahkan dengan dokter. Kamu bahkan bisa menemukan bahwa beberapa jasa layanan kesehatan juga memilih untuk tidak membicarakannya, sehingga semakin kecil kemungkinan pasien untuk mencari dan menemukan informasi yang tepat.
Salah satu alasan lainnya adalah orang cenderung meremehkan risiko tertular HIV. Meskipun orang tahu bahwa risiko infeksi itu ada, beberapa calon pasien tidak mengaitkannya dengan risiko pribadi mereka sendiri, kata Kevin Robert Frost, kepala eksekutif amfAR, salah satu yayasan penelitian AIDS terbesar di dunia.
Misalnya, orang-orang dalam hubungan monogami mungkin meremehkan risiko HIV, dan berpikir bahwa mereka tidak memerlukan PrEP, katanya. “Komunitas yang paling membutuhkannya justru adalah mereka yang memiliki akses paling terbatas untuk PrEP.”